Warga
Madura yang berada di sekitar kejadian terkejut dan emosi mereka
terpancing karena merasa dalam keadaan bahaya dan sedang diaserang oleh
sekelompok suku Dayak, dan merekapun melakukan pembalasan hingga
trerjadilah bentrokan yang menelan belasan korban jiwa. Dengan peristiwa
ini warga dayak tidak tinggal diam mereka langsung menghadakan
pembunuhan dan pembakaran terhadap rumah-rumah warga Madura.
Pada
hari minggu pagi saya kontak melalui telpon kepada bibi dan paman yang
bertempat tinggal di jalan S. Parman Sampit menanyakan tentang
peristiwa tersebut dan pengaruhnya terhadap masyarakat kota Sampit pada
umumnya. Bibi malah biasa-biasa saja dan tidak mempunyai perkiraan
bahwa bentrok akan meluas, bahkan ia mengatakan “tidak apa-apa dan
aman-aman saja, karena peristiwanya ada di pinggiran” tegasnya.
Pada
hari yang sama yang menghubungi teman dekat yang ada di jalan Sampit
Samuda menanyakan tentang peristiwa tersebut. Ia pun menjawab senada
dengan jawaban bibi. Keesukan harinya saya lakukan kontak lagi kepada
paman dan jawbannya tidak jauh berbeda dengan jawaban kemarin. Berbeda
dengan jwaban teman yang saya kontak pada hari itu, ia mengatakan
keadaan gawat dan kerusuhan meluas dan terjadi penambahan korban dari
dua belah pihak. Pada hari Selasa, saya lakukan kontak kembali, akan
tetapi telpon sudah tidak ada yang mengangkat.
Lalu
saya menghubingi teman di rumah mertuanya dan kebetulan ia telah
sembunyi di sana dan ia mengatakatan bahwa keadaan sangat mencekam
karena orang-orang Dayak dengan seketika berdatangan dari berbagai
penjuru dan pedalaman Kalimantan Tengah dan aparat kewalahan tidak
dapat membendung arus kedangan mereka. Orang-orang Madura yang memang
tidak sadar dan tidak menduga bahwa mereka akan dibersihkan dari Sampit
akhirnya kalang kabut dan panik, karena diserang oleh Dayak yang
lengkap dengan berbagai senjata tajamnya.
Maka
korbanpun berjatuhan tergeletak tanpa kepala di rumah-rumah dan di
jalan-jalan setiap sudut kota Sampit. Orang-orang Dayak melakukan
swepping besar-besaran ke seluruh rumah-rumah penduduk tanpa terkecuali
dan membunuh setiap orang yang dicurigai dari suku Madura tanpa
memandang jenis kelamin atau usia. Maka warga dari suku Madura yang
terjebak kepungan orang-orang Dayak dan tidak sempat mengungsikan diri
menjadi sasaran empuk terjangan tobak dan mandau.
Sebelum
etnis Dayak melakukan serangan mereka berkumpul bersama untuk
membulatkan tekad dan bersumpah untuk mengikis habis etnis Madura dari
Kal-Teng yang dimulai dari Sampit. Untuk mengobar semangat juang Dayak,
Para provokator Dayak menebarkan kebencian dikalangan mereka terhadap
warga Madura. Kata mereka :
”Warga Madura harus dikikis habis dari Kal-Teng, supaya etnis Madura tidak berkuasa di Kal-Teng”.
Informasi
terakhir (dini hari Senin 25/2) yang saya terima dari Kec. Samuda (40
km dari Sampit) mengatakan bahwa pengikisan warga Madura sekarang juga
sedang terjadi di ibu kota Palangkaraya dan sekitarnya. Orang-orang
Dayak dalam melakukan kebiadabannya tidak cukup dengan menghabiskan
nyawa suku Madura yang tidak berdosa, tetapi membakar rumah-rumah,
tempat-tempat usaha, masid-masjid, lembaga-lembaga pendidikan,
pesanteren-pesantren dan lain-lainnya yang dibangun oleh suku Madura.
aba118.wordpress.com
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcKhxwbq7LifiJR3Yc6FBFytN-7Qfv3-ZjMvdBPqiSx_lkx2rMFDqLjfsEv5jhSi20OjTKi1s7qPKg2e6hj9ivF8O67vLzdZ-AchqS1IEonOX27R5sT6MXUfeR0he063IxtjvC1rNQr3kD/s400/c1.jpg)
zkarnain.tripod.com
Tragedi Sampit berdarah adalah buntut dari Tragedi Sambas dengan perencanaan yang matang.
Semenjak
Sambas meletus masyarakat Dayak pedalaman telah mengadakan pembicaraan
untuk melakukan serangan terhadap etnis Madura. Hal itu terungkap dari
keterangan adik ipar saya yang - kebetulan berdarah Dayak tetapi
leluhurnya telah memeluk Islam – bekerja sebagai pedagang sembako yang
setiap hari hilir-mudik ke pedalaman Kalimantan Tengah (Rantau Pulut dan
sekitarnya). Adik ipar tersebut sering mengemukakan alasan-alasan
bahwa rencana tersebut sebaiknya diurungkan, karena menurutnya,
orang-orang Madura adalah orang yang baik-baik dan sedikit diantara
mereka yang berbuat jahat seperti suku-suku lainnya, ujarnya.
Bahkan,
ia sendiri mengakui bahwa istrinya berasal dari keluarga yang baik
dari suku Madura. Akan tetapi orang-orang Dayak tersebut tetap pada
pendiriannya dan mengatakan bahwa mereka tidak akan mengganggu
istrinya. Tentang rencana jahat Dayak tersebut sering diutarakan oleh
adik ipar saya kepada keluarga kami. Beberapa hari sebelum Kerusuhan
Sampit meletus adik ipar saya segera pulang dari pedalaman Kal-Teng
dengan menyarter speedboard dan meninggalkan klotoknya di pedalaman
untuk memberitakan akan rencana jahat Suku Dayak dan ipar saya
menyerankan kepada seluruh keluarga segera menjual harta yang dapat
dijual sebelum peristiwa terjadi, akan tetapi keluarga tidak
mengindahkan saran tersebut.
Sebelum
peristiwa Kerengpangi meletus (bebera[pa minggu sebelum peristiwa
Sampit) sudah santar isu bahwa orang-orang Dayak akan menyerang suku
Madura, dan kerana santarnya isu tersebut teman akrab ayah saya yang
juga mantan anggota DPRD Tingkat I Palangkaraya sering berpesan dan
menyarankan apabila nanti ada serangan Dayak maka sebaiknya keluarga
saya berlindung di rumahnya di Palangkaraya. Ini juga memperkuat adanya
perencenaan sebelum tragedi Sampit meletus.
Dua
hari setalah Tragedi Sampit meletus orang-orang Dayak dari berbagai
penjuru dan pelosok pedalaman Kalimantan –Tengah secara bergelombang
dan berbondong-bondong membanjiri kota Sampit untuk melakukan
memusnahan terhadap etnis Madura. Ini adalah suatu indikasi nyata dari
perencaan jahat tersebut. Dan ketika berita Tragedi Sampit menyebar ke
berbagai pelosok, penyerangan terhadap etnis Madura di pelosok-pelosok
pun mereka lancarkan, hingga ratusan korban berjatuhan.
Maka
dari itu sangat tidak salah kalau berbagai madia masa menyebutkan
korban tewas lebih dari 200 orang. Adapun sebenarnya korban tewas jauh
lebih besar dari yang diperkirakan, sebab suku Madura tersebar banyak di
berbagai kecamatan dan pelosok yang terpencil di Kab. Kotawaringin
Timur sebagai petani dan bercocok tanam, dan mereka tidak luput dari
sasaran amukan orang-orang Dayak. Satu hari setelah meletusnya Sampit
Berdarah masyarakat Dayak di Palangkaraya berdemontrasi menuntut kepada
Pemerintah setempat agar mengusir seluruh etnis Madura dari propinsi
Kal-Teng.
Aparat tidak bertindak tegas terhadap perusuh.
Pasukan
Kepolisian dan Tentara yang disiagakan di Sampit bersikap pengecut
bahkan tidak memberikan perlindungan kepada suku Madura. Hal itu
terlihat dari ketidak mampuan mereka dalam membendung arus perusuh Dayak
yang datang membanjiri kota Sampit dan membiarkan mereka melakukan
swepping kerumah-rumah dan menghabisi jiwa setiap orang yang diduga dari
etnis Madura, dengan tidak memandang apakah itu bayi, orang jumpo,
laki-laki atau perempuan.
Bahkan
serangan serangan yang merembak ke berbagai kecamatan dan pelosok
dengan sangat mudah dilakukan oleh para perusuh Dayak tanpa ada usaha
pencegahan atau sikap tegas dari aparat. Seharusnya aparat beritindak
tegas terhadap setiap perusuh yang memasuki wilayah tugasnya tanpa
pandang bulu. Bahkan ketidak tegasan aparat itupun tampak dengan
dilepasnya puluhan tahanan etnis Dayak perusuh dan membiarkan mereka
bergabung dengan para perusuh lainnya untuk melakukan pembunuhan.
Dan
Penyerangan dan pembunuhan tidak hanya dikosentrasikan di kota Sampit
saja, bahkan semenjak kerusuhan di kota Sampit meletus secara serempak
di Kecamatan-kecamatan lain dilakukan penyerangan yang sama, dan dengan
leluasa tanpa pencegahan dan tidakan tegas dari aparat mereka membunuh
dan mengahncurkan segala harta dan rumah penduduk etnis Madura.
Kemarin (Minggu 25/2/2001) saya kontak telpon dengan salah satu
penduduk dari etnis Banjar di Sampit untuk mendapat imformasi terakhir
tentang kota Sampit, orang itu mengimformasikan bahwa sampit makin
mencekam para pengungsi yang berlindung di sekitar kantor PEMDA sedah
kekurangan bahan pangan dan sudah banyak korban yang jatuh tewas
kelaparan.
Sementara
arus perusuh terus membanjiri Sampit dan mereka mengadakan serangan ke
Kec. Samuda 40 km. Dari Sampit yang disana terdapat penduduk etnis
Madura yang terpencar-pencar dalam jumlah yang sangat banyak
diperkirakan lebih dari 1000 KK. Sedangkan tempat pengfungsian atrau
persembunyian di sana tidak ada. Dan perusuh telah melakukan pemusnahan
di sana tanpa ada aparat yang menghalangi atau bertindak tegas
terhadap mereka. Bahkan pesanteren terbesar di Kec. Ini –yang juga
tempat saya nyantri dahulu- telah luluh lantak. Tidak ada satupun
rumapenduduk etnis Madura melainkan digempur habis-habisan.
Dan
dari imformasi yang saya terima dari etnis Banjar di Kecamatan ini
(dini hari ini –Senin 26/2) para perusuh dayak sudah sampai desa
Parebok (Kec. Samuda) dan di situ mereka mendapat perlawanan dan
terjadi korban dari dua belah pihak. Karena pihak perusuh tidak mampu,
maka Dayak mengirimkan lagi 2 truk ke desa ini, dan akhirnya mereka
dapat menghancurkan perlawanan etnis Madura. Para perusuh dari etnis
Dayak tersebut menggunakan tanda pengenal merah di kepala, tangan dan
tombak yang mereka bawa.
Evakuasi atau pengusiran?
Desakan
etnis Dayak agar Pemerintah setempat mengusir etnis Madura dari
Kal-Teng terus mereka lakukan sambil menyuarakan tuntutan agar Kapolda
Kal-Teng mundur dan diganti dengan yang lain, akhirnya Kapolda
menginstruksikan kepada segenap jajarannya di Sampit dan Kecamatan agar
mendesak etnis Madura segera mengungsi ke Madura dengan alasan
keselamatan. Bahkan Kapolsek di Kuala Pembuang sangat ketakuatan ketika
mendengar perintah dari atasannya sehingga membuatnya segera melakukan
evakuasi dan mengungsikan etnis Madura dari Kuala Pembuang (ibu kota
kec. Seruyan Hilir 150 km dari Sampit) ke jawa. Bahkan di Palangkaraya
sendiri dilakukan pengungsian etnis Madura ke Banjarmasin setelah
menakut-nakuti mereka.
Kerusuhan Sampit bernuansa sentimen agama dan Masyarakat Dayak sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Suku
Madura tinggal di Kal-Teng semenjak lima puluh tahun yang lalu dan
hidup berdampingan secara damai dengan etnis-etnis setempat (Banjar dan
Dayak), tidak ada perselisahan diantara sesama mereka sehingga mereka
hidup sebagaimana layaknya warga setempat. Keharmunisan hubungan dua
belah pihak itu tampak dan makin jelas dengan makin banyaknya nikah
silang (Dayak-Madura, Madura-Banjar) diantara mereka. Maka tidak heran
jika lelaki muslim dari etnis Dayak nikah dengan perempuan asal etnis
Madura atau sebaliknya.
Kriminalitas
berupa pembunuhan, perjudian dan pencurian dilakukan oleh berbagai
etnis bukan hanya dari etnis Madura, bahkan yang sering terjadi adalah
pembunuhan antara etnis Madura itu sendiri bukan antar etnis Madura
dengan etnis lainnya. Lalu kenapa Kerusuhan itu terjadi dan bahkan
kerusuhan di Sampit diprovokasi oleh dua orang pegawai negeri sipil
yang beragama non Islam? Lalu kenapa pembakaran dan pembunuhan
dilakukan kepada semua warga etnis Madura tanpa pandang bulu?
Kenapa
masjid-masjid, pesantren-pesantren, rumah-rumah warga madura yang
tidak berdosa bahkan Kia asal Madura dihabisin? Tidakkah kita ketahui
bahwa sebagian besar pesantren di Kal-Teng itu didirikan oleh suku
Madura, bahkan pesantren terbesarpun adalah milik warga Madura? Kenapa
etnis Madura jadi sasaran? Seorang Doter –sekarang bertugas di salah
satu Rumah Sakit terkenal di Jakarta- yang juga berperan sebagai da`I
selama masa tugasnya di Kalimantan Tengah (Kuala Pembuang dan
Pangkalanbun) dalam beberapa tahun yang lalu, mengatakan bahwa suku
Madura adalah merupakan suku yang paling lemah di Kal-Teng.
Secara
organisatoris mereka tidak mempunyai ikatan atau wadah persekutuan
etnis Madura, karena mereka sudah merasa menjadi bagian dari penduduk
asli Kalimantan sehingga mereka melebur dengan meluruh komponen
masyarakan di sana. Di sisi lain mereka merupakan komonitas yang
memperbengkak jumlah komonitas umat Islam Kal-Teng, sehingga jumlah
umat Islam Kal-Teng mencapai lebih 80 % . Namun imej yang dilontarkan
kepermukaan adalah bahwa orang Islam di Kal-Teng merupakan penduduk
menoritas, karena instansi-instansi penting di Pemerintahan setempat
banyak dikuasai non muslim (Kristen Dayak).
Usaha
kristenisasi di Kalimantan sangat berjalan lamban dan boleh dikatakan
gagal. Para mesionaris akhirnya memilih Dayak sebagai sasaran dan alat
untuk mencapai tujuan. Orang Dayak yang berhasil dikristenkan dikader
untuk memainkan peran dalam proses kristenisasi dan menyingkirkan
orang-orang Islam atau paling tidak, menjauhkan generasi Islam dari
nilai-nilai ajaran islam. Sebagai contoh, Kec. Seruyan Hilir (Kuala
Pembuang) mayoritas 96 % penduduknya adalah Muslim, yang terdiri dari
berbagai etnis Banjar, Madura, Dayak dan Bugis.
Letaknya
sangat stategis, karena merupakan kota transit bagi wilayah-wilayah
pedalaman. Di Kec. Ini dahulunya tidak ada tempat lokalisasi pelacuran,
tidak ada tempat perjudian, tidak ada tempat penjualan minuman keras
dan tidak ada gereja. Akan tetapi, setelah jabatan pembantu Bupati
dipegang oleh seorang dari etnis Dayak Kristen yang istrinya adalah
seorang misionaris, maka gereja didirkan, tempat pelacuran dan
perjudian diadakan, izin penjualan minuman keras diberikan (kepada
orang keturunan cina ) yang mengakibatkan hancurnya akhlak generasi
setempat sekalipun telah banyak mengundang berbagai protes dari
tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Bahkan,
setelah masa tugasnya berakhir ia memilih menjadi stap dari pada
dipindah dari Kuala Pembuang dan menjadi pelindung tempat-tempat
kemaksiatan tersebut. Yang lebih parah lagi, ketika jalan Sampit-Kuala
Pembuang dapat dioprasikan, orang tersebut berusaha untuk membuka
lokalisasi pelacuran baru di km. 7 dekat perkampungan etnis Madura
sekalipun protes keras dilancarkan oleh kepala desa dan tokoh-tokoh
masyarakat setempat. Bahkan ia menawarkan sebuah mobil Kijang kepada
kepala Desa asal dizinkan rencananya.
Dengan sinis ia mengatakan “Orang Madura orang suci tidak menyukai keramaian!!”
Ketika
SMU N I Kuala Pembuang dikepalai oleh orang Kristen Dayak, banyak anak
SMU yang masuk sekolah dalam keadaan teler (mabuk). Mereka pun
akhirnya diusir oleh guru-guru Muslim. Namun Kep. Sek. Melarang
tindakan guru-guru tersebut dan ia mengatakan kepada mereka “biarkan
mereka mabuk asal sekolah!”.
Etnis
Madura yang tinggal di Kalimantan-Tengah (begitu juga di wilayah
lainnya) tidak satupun dari mereka yang tidak muslim dan mereka
mempunyai peran penting dalam memperkuat posisi Islam di Kalimantan.
Hal itu terbukti dengan masjid-masjid dan pesantren serta
Madrasah-madrasah yang mereka dirikan. Bahkan, untuk wilayah Kal-Teng
mayoritas pesantren didirkan oleh etnis Madura, bahkan yang terbesar di
Sampit dan di Palangkaraya pun pesantren yang dipimpin oleh etnis
Madura, yang sekarang ludes diamuk etnis Dayak.
Bagi
Masyarakat Dayak yang masih menganut kepercayaan Kaharingan (19 %)
(Animesme) perbedaan agama sebenarnya tidak menjadi masalah dan mereka
tidak pernah diresahkan dengan berkembangnya agama Islam di Kalimantan,
karena memang etnis Madura dan etnis lainnya tidak pernah mengusik
mereka, dan bila mereka memeluk Islam itupun karena kerelaan mereka.
Tetapi berbeda dengan etnis Dayak yang sudah dikader menjadi misionaris
oleh para Zending Batak di pedalaman.
Dayak
Kristen inilah yang dijadikan alat oleh mereka untuk mencapai sasaran
mereka. Untuk mencapai tujuan, maka Ikatan Mastyarakat Dayak pun
dibentuk sebagai wadah kekuatan masyarakat Dayak. Sehingga apabila
timeng waktu untuk merencanakan makar, masyarakat dayak Animesme dan
Dayak Kristen menghimpun menjadi suatu kekuatan.
Otonomi Daerah Menimbukan kekhatiran Kristen Dayak.
Baru
saja saya dihubungi teman dari Samuda (dini hari Senin 25/2) bahwa isu
yang mereka sebar luaskan dikalangan etnis Dayak dan untuk memperteguh
jiw a juang dan menanamkan kebencian mendalam terhadap etnis Madura
adalah “kekhawatiran mereka kalau otonomi daerah sudah berjalan, maka
yang berkuasa adalah etnis Madura”. “Kalau kita tidak menghabisi etnis
Madura maka kita akan dilkuasi mereka”.
Maka
di Palangkaraya sekarang sudah terjadi apa yang terjadi di Sampit dan
sekarang mereka mulai bergerak ke Kab. Kotawaringin Barat (Pangkalanbun
dan sekitarnya). Dan mereka menginstruksikan kepada perusuh Dayak agar
membakar setiap rumah dan bangunan-bangunan lainnya yang diduga milik
etnis Madura yang telah ditinggalkan penduduknya mengungsi. Padahal
etnis Madura di sana mayoritasnya adalah petani dan tukang kebun, dan
amat sedikit dari mereka yang di Pemerintahan dan yang menjadi
pengusaha.
SERUAN DAN AJAKAN :
Melalu tulisan ini kami masyarakat Kalimantan Tengah menyerukan :
- Pemerintah harus segera menghentikan pembunuhan dan pembasmian terhadap muslim Madura di Kal-Teng.
- Menyerukan agar aparat bertindak tegas jangan berat sebelah atau menjadi pengecut.
- Menyerukan kepada Pemerintah untuk memberikan bantuan makanan dan kesehatan kepada para pengungsi yang hampir puluhan ribu jiwa.
- Menyerukan kepada LSM HAM untuk segera mengadakan infestigasi terhadap pelanggaran HAM di Sampit.
- Mendesak Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum untuk segera mengadili Provokator yang mendalangi kerusuhan Sampit.
- Menyerukan kepada tokoh-tokoh partai politik dan pimpinan-pimpinan organisasi Islam untuk mendesakPemerintah agar menghentikan kerusuhan di Kal-Teng dan bertindak tegas.
- Mengajak kaum Muslimin di mana saja agar segera melakukan pembelaan kepada saudara-saudara yang beriman yang sekarang sedang dibasmi oleh Dayak Kristen dan para pendukungnya.
- Menyerukan agar diadakan Tabligh Akbar untuk memberitakan apa yang sebenarnya sedang terjadi terhadap muslimin Madura di Kal-Teng.
H. Musthofa Aini. Lc. Mahasiswa Pascasarjana di salah satu Unv. Islam di Jakarta.
Warga asli Sampit dari suku Madura.
Penulis terus mengadakan kontak langsung setiap hari kepada berbagai etis (Banjar dan Jawa) di Sampit untuk menanyakan informasi terbaru tentang kerusuhan.
Penulis juga kembali dari Sampit beberapa minggu yang lalu sebelum tragedi Sampit meletus.
Pusat Informasi & Komunikasi Islam Indonesia Al-IslamJl. Pahlawan Revolusi, No 100, Jakarta 13430Warga asli Sampit dari suku Madura.
Penulis terus mengadakan kontak langsung setiap hari kepada berbagai etis (Banjar dan Jawa) di Sampit untuk menanyakan informasi terbaru tentang kerusuhan.
Penulis juga kembali dari Sampit beberapa minggu yang lalu sebelum tragedi Sampit meletus.
Telpon: 62-21-86600703, 86600704, Fax: 62-21-86600712
E-Mail: info@alislam.or.id
Sumber: ibnuhasyim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar